Di perantauan dengan segenap hiruk pikuk kegitan keseharianku, pergulatan dengan tugas tugas hingga kekacauan parihal jam tidur yang tidak karuan kacaunya, seperti alarm jamku yang sudah tidak di ketahui berapa kali aku menggantinya, entah dia terbang ke sudut kamar, tendangan bebas tanpa adanya gawang tujuan, ataupun pukulan dari asbak kosong yang telah beralih fungsi. Tapi anehnya dengan kondisi kamar yang tak karuan ini membuatku nyaman, walaupun masih ada yang sedikit mengganjal di suatu bagian tubuh yang tentunya mengganggu kinerja saraf motorikku, kamarku hanya akan bersih jika ada ibu taupun salah satu keluargaku yang mencoba untuk sekedar mengunjungi kondisiku di kota rantauan. Pada awalnya mereka datang hanya untuk sekedar mengecek kondisiku, namun dengan kondisi kamarku yang hampir mirip dengan kondisiku sendiri membuat mereka meracau dengan segenap tata bahasa yang terlihat sudah di persiapkan sebelum tiba di tempat kosanku. Benar, kicauan kicauan ketidak nyamanan dengan area yang aku anggap sudah sangat nyaman ini. Pernah ketika ibuku datang berkunjung dan seketika itu enggan untuk masuk ke dalam kamarku, memintaku merapikannya terlebih dahulu, hingga aku pun membeli pengharum mobil yang neralih fungsi menjadi pengharum ruangan, walaupun aku enggak tega melihat ibuku yang menunggu hampir se jam di luar kamar, akhirnya beliau mau masuk ke dalam kamarku yang sudah nampak rapi bagiku, walaupun masih ada beberapa keanehan disudut sudut kamar yang akhirnya dapat di maklumi, hingga beliaupulang dengan segenap nasihat nasihat yang memang perlu untuk di pertimbangkan. Dan malam dimana hari ketika aku merapikan kamarku, disaat itulah insomnia tak lagi terbendung, dengan aroma pengharum mobil dengan wangi apelnya sukses membuatku harus menunggu fajar agar bisa memejamkan mata. Aku memang mengkambing hitamkan tugas tugas yang ku dapat di masa masa perkuliahan, setidaknya presentase akibat dari tugas dengan kondisi kamarku sekitar 75 persen, selebihnya inisiatif dari diriku sendiri untuk membuat kenyamanan yang di dapat dengan caraku sendiri.
Sore itu ketika tiba tiba handphoneku berdering, yang anehnya , biasanya aku akan menghiraukan suara itu dan akan mengeceknya satu dua jam setelahnya, tapi kali ini spontan aku mengecek siapa gerangan orang yang menghubungiku kali ini. Dan tak diduga nomor itu muncul dengan nama yang aku simpan ketika aku mengadakan sosialasi di SMA ku dulu, sekitar 2 bulan setelah aku menyimpan nomor itu, nama yang membuatku sedikit gemetar walau hanya untuk membacanya. Ya, nama wanita yang hanya aku lihat dari kejauhan di waktu SMA dulu, wanita yang sangat sulit untuk mengetahui cara dia berbicara, walaupun kita dulu sama sama di satu organisasi kesiswaan. Kegugupanku membuat aku tak mampu untuk mendekat walaupun satu meter di belakangnya. Perlahan lahan kubuka pesan yang dikirimnya, dengan kegugupan yang tiada tara, apa gerangan pesan yang dikirimkan kepada orang seperti aku ini? Setelah terjadi saling balas membalas pesan singkat antara kita berdua, akhirnya terjadi kesepakatan bahwa besok akan terjadi transaksi tentang pembetulan laptopnya yang sedang mengalami sedikit problem. Oke sebuah pertemuan dengan wanita yang paling aku takuti ketika bertatap muka. Jika aku mengingat ingat kembali peristiwa singkat sore itu, aku merasa menjadi manusia yang paling di butuhkan di dunia ini, berlebihan memang, tepi terlepas dengan apa yang aku alami ketika jaman SMA dulu, mungkin ini adalah salah satu pertemuan yang paling penting dalam hidupku. Dengan segenap ilmu pas pasan perihal teknologi satu ini, malam itu juga aku berselancar di dunia maya guna mencari kemungkinan kemungkinan solusi yang dapat di ambil dari problem yang di hadapi oleh laptopnya. Ketika dirasa cukup dan mencoba mengingat mengingat beberapa solusinya, kini aku tertuju pada pakaian apa yang harus dikenakan ketika bertemu dengannya, apakah tuxedo dengan minyak rambut yang mengkilap, atau baju batik dengan fantofel yang mengkilap, atau enggak baju baju gaul masa kini? Karena terlalu lama memikirkan baju apa yang harus di pakai, akhirnya lelap sudah malam itu tanpa satu pun keputusan baju apa yang harus dipakai. Tiba di hari yang paling dinanti dengan mencoba kembali memilih baju yang musti dipakai kali ini, ketika dalam pemilihan baju, tiba tiba handphone ku berdering, langsung tanpa basi basi ku buka pesan yang tentunya aku yakin dari dirinya, sebuah pesan singkat yang berisikan kalu sebelum ke kosannya, dia nitip satu porsi bubur kacang ijo ri tempat biasa yang aku beli, satu pesanan yang semakin menambah kecampur adukan perasaanku saat itu, gugup, takut salah pesanan, dan tentunya bahagia, jangankan bubur kacang ijo, bulanpun kalau kamu yang minta pasti aku kasih, gombalan pertamaku yang aku tulis di twitter kala itu. dan akhirnya tak ada satupun pilihan baju yang cocok, dengan baju seadanya dengan rambut gondrong ditambah sialnya kumis yang lupa di cukur, nekat berangkat dengan keprasahan yang gulana. Hati yang berkecamuk, keringat dingin bercucuran, kegugupan yang sarat akan muatan politik, tibalah diriku dedapan alamat kosanya nya yang sudah di beritahu malam sebelum, cukup mudah untuk menemukan tempat kosannya, 5 menitlah dari kosan tempatku berada. bukaannya tenang akan tetapi kegugupan itupun semakin menjadi jadi. Dengan keberanian yang teramat sangat kecil aku pun mengirimkan pesan perihal keberadaanku yang sudah ada di depan kosan. Harap harap cemas ku menuggu dirimu membuka gerbang, dan membuatku berpikir kata apa yang harus di ucapkan ketika kau menampakkan dirimu didepanmu. Dan kemudian kamu pun membukakan gerbang, lidah ku kaku, saraf motorikku berhenti, otoku pun tak mampu bergerak, hanya ucapan "hai . ." yang mampu keluar dari mulutku. Tak lupa ku memberikan pesanan bubur kacang ijo itu kepadamu, dengan ucapan terima kasih dan senyumanmu membuatku terpaku hingga membuatku lupa akan namaku sendiri, hingga kau pun mempersilahkan ku duduk di kursi teras yang telah di sediakan, seperti gerakan kaku robot pun aku melangkah kaku untuk sampai ke teras kosanmu, cukup berat dengan kegugupan ku yang kian lama bukanya hilang malah menjadi jadi. Kau pun menyodorkan laptopmu dengan tangan mungilmu ke padaku, dengan hati hati ku terima laptopmu, dengan hati hati pun ku menghidupkan laptopmu, sembari ku bertanya tanya perihal problem problem yang sedang dialami oleh laptopmu. Saat itu pula ku coba menatap wajahmu. Entah mengapa ilmu yang ku dapat dari berselancar di dunia semalam tak dapat aku ingat sedetikpun, kegugupanku membuatku lupa akan hal itu, hingga helmku tersenggol jatuh yang membuat diriku semakin tersipu malu. Dengan segenap kemampuan pas pasanku akan teknologi laptop milikmu, ku coba memperbaikinya walaupun terbata bata. Dangan kondisi seperti itu dapat di ketahui hasilnya, laptop mu pun tak mampu aku perbaiki, seenggaknya belum mampu. Atas izinmu pun ku coba membawa ke kosanku untuk tindakan lebih lanjut. Ketika sekian lama percobaan perbaikan laptopmu dengan kegugupan tiada taraku, akhirnya aku pun pamit kepadamu untuk kembali ke kosan dan mencoba kembali memperbaiki problem problemnya. Sekembalinya ke kosan tak banyak cang cing cong, aku pun langsung kembali memperbaiki laptopmu dengan kehati hatian yang teramat sangat tinggi, dan tak di duga problem yang di alami laptopmu itu tak harus orang yang berkemampuan IT tinggi untuk memperbaikinya, cukup dengan 2 sentuhan masalah itu pun dapat di perbaiki, dengan membayangkan peristiwa di teras kosanmu membuatku tersenyum dengan malunya. Dengan menatapi laptop milikmu, peristiwa hari itu pun tak terlupakan, membuatku membulatkan tekat untuk menjadi yang pertama yang selalu ada di saat pagi mu membuka mata.
Dengan segenap diriku, aku akan berusaha meyakinkanmu.